Pernahkah terbayang kamu bisa sukses dan kaya raya di negeri orang? Mungkin kamu berpikir sukses di negeri sendiri saja susah apalagi di negeri orang? Well, memang tak ada yang gratis untuk mencapai sebuah kesuksesan. Ada perjuangan juga pengorbanan besar untuk bisa memetik buah kesuksesan yang manis di masa depan.
Iwan Sunito, bagi orang awam mungkin kurang familiar dengan namanya. Tapi siapa sangka pria kelahiran Surabaya dan menghabiskan masa kecilnya di Pangkalan Bun, Kalimantan ini merupakan seorang raja properti besar di Australia. Sosoknya sangat terpandang dan sering jadi panutan serta inspirasi mereka yang ingin mulai berbisnis atau membangun usaha. Tapi tahukah kalau ternyata Iwan dulu sering tinggal kelas? Kisah perjalanan suksesnya memang mengalami sejumlah pasang surut. Dan ada banyak hal menarik yang bisa kita petik dari kisah hidupnya.
1. Dulu Mengaku Sering Tak Naik Kelas dan Bahasa Inggrisnya Terbatas
Pria yang dulu punya julukan si Anak Sungai dari Pangkalan Bun ini dulunya sering tak naik kelas. Saat itu baginya mendapat nilai 5 atau 6 saja sudah termasuk beruntung. Bisa dibilang sekolahnya saat itu berantakan. Dia juga mengaku punya keterbatasan dalam bahasa Inggris. Tapi hal itu tak membuatnya jadi merasa minder atau jadi orang tersisihkan.
1. Dulu Mengaku Sering Tak Naik Kelas dan Bahasa Inggrisnya Terbatas
Pria yang dulu punya julukan si Anak Sungai dari Pangkalan Bun ini dulunya sering tak naik kelas. Saat itu baginya mendapat nilai 5 atau 6 saja sudah termasuk beruntung. Bisa dibilang sekolahnya saat itu berantakan. Dia juga mengaku punya keterbatasan dalam bahasa Inggris. Tapi hal itu tak membuatnya jadi merasa minder atau jadi orang tersisihkan.
Walaupun sering tak naik kelas, Iwan punya kelebihan lain. Ia pandai menggambar. Kemampuan inilah yang kemudian sedikit banyak mengantarkan Iwan mendirikan International Holdings Group pada tahun 1996 bersama rekan bisnisnya Paul Sathio. Perusahan ini merupakan perusahaan properti raksasa yang berbasis di Sydney, Australia.
2. Merantau ke Australia Sejak Remaja
Lahir di Surabaya, besar di Kalimantan, Iwan kemudian merantau di Australi. Mengingat masa-masa sekolah di SD, SMP, dan SMA yang berantakan, Iwan bertekad mengubah nasib di Australia. Di Australia ia mendapatkan gelar sarjana di teknik arsitektur dan gelar master di Construction Management, University of New South Wales. Iwan mengaku punya hidup yang beruntung. Kedua orang tua Iwan ingin anak-anaknya bisa bersekolah ke luar negeri. Untuk mewujudkan hal itu, orang tuanya berinvestasi.
2. Merantau ke Australia Sejak Remaja
Lahir di Surabaya, besar di Kalimantan, Iwan kemudian merantau di Australi. Mengingat masa-masa sekolah di SD, SMP, dan SMA yang berantakan, Iwan bertekad mengubah nasib di Australia. Di Australia ia mendapatkan gelar sarjana di teknik arsitektur dan gelar master di Construction Management, University of New South Wales. Iwan mengaku punya hidup yang beruntung. Kedua orang tua Iwan ingin anak-anaknya bisa bersekolah ke luar negeri. Untuk mewujudkan hal itu, orang tuanya berinvestasi.
Iwan banyak belajar tentang bisnis dari kedua orang tuanya. Kedua orang tua Iwan merintis bisnis dari nol, mulai dari membangun kerja sama dengan orang hingga berjualan kue. Ayahnya bahkan pernah kerja serabutan di Pangkalan Bun. Mulai dari bekerja memotong kayu, menyadap karet, hingga menjual karet dilakoninya. Ketika Iwan merantau ke Australia dengan kakaknya, kedua orang tuanya masih di Surabaya merintis bisnis yang kala itu masih kecil.
3. Sambil Kuliah Juga Sudah Coba Ambil Proyek
Di tengah kesibukan kuliah, Iwan masih menyempatkan diri untuk menggarap proyek. Baginya saat itu proyek kecil pun tak apa, tak dibayar pun ia mau. Dia sadar betul kalau saat itu yang penting ia bisa mendapatkan pengalamannya dulu. Daripada sekadar masuk ruang kelas dan hanay mendengar teori, ia coba mengambil lompatan sendiri dengan langsung mencoba menggarap proyek kecil-kecilan terlebih dahulu.
3. Sambil Kuliah Juga Sudah Coba Ambil Proyek
Di tengah kesibukan kuliah, Iwan masih menyempatkan diri untuk menggarap proyek. Baginya saat itu proyek kecil pun tak apa, tak dibayar pun ia mau. Dia sadar betul kalau saat itu yang penting ia bisa mendapatkan pengalamannya dulu. Daripada sekadar masuk ruang kelas dan hanay mendengar teori, ia coba mengambil lompatan sendiri dengan langsung mencoba menggarap proyek kecil-kecilan terlebih dahulu.
Proyek pertama yang pernah didapat Iwan juga sederhana. Ia dapat tugas menggambar garasi dan dapur. Lalu di tahun keempat, ia sudah mulai dapat pesanan untuk menggambar pagar, kamar mandi, dan dapur. Pernah ia diberi honor 200 dolar untuk pekerjaan yang ia lakukan. Tapi ada juga klien yang tak membayarnya. Dan hal itu dijadikan pengalaman tersendiri untuk Iwan.
Setelah lulus dari teknik arsitektur, Iwan sempat bekerja dengan salah satu perusahaan arsitek terkenal di Australia selama enam bulan. Pekerjaan utamanya saat itu menggambar. Namun, karena merasa tak bisa berdedikasi ia putuskan untuk mengambil gelar master. Tahun 1994 ia membangun bisnis pertamanya. Baru dua tahun kemudian, ia membangun Crown International Holdings Group.
4. Semua Bermula dari Hal Kecil
“You think big in a start really small,” ungkap Iwan. Awal membangun Crown, ia masih belum berani mematok tarif. Dia bisa menerima proyek apa saja yang diminta para kliennya. Semua berawal dari hal kecil, proyek yang didapat pun awalnya cuma baru dari teman dan saudara. Berkelana dari satu proyek ke proyek lainnya, hingga akhirnya Crwon berhasil mendapat proyek senilai miliaran dolar Amerika Serikat sejak tahun 2004. Berjuang selama bertahun-tahun, kini Iwan bisa memetik buah manisnya dengan menjadikan Crown sebagai pengembang spesialis properti mewah.
Setelah lulus dari teknik arsitektur, Iwan sempat bekerja dengan salah satu perusahaan arsitek terkenal di Australia selama enam bulan. Pekerjaan utamanya saat itu menggambar. Namun, karena merasa tak bisa berdedikasi ia putuskan untuk mengambil gelar master. Tahun 1994 ia membangun bisnis pertamanya. Baru dua tahun kemudian, ia membangun Crown International Holdings Group.
4. Semua Bermula dari Hal Kecil
“You think big in a start really small,” ungkap Iwan. Awal membangun Crown, ia masih belum berani mematok tarif. Dia bisa menerima proyek apa saja yang diminta para kliennya. Semua berawal dari hal kecil, proyek yang didapat pun awalnya cuma baru dari teman dan saudara. Berkelana dari satu proyek ke proyek lainnya, hingga akhirnya Crwon berhasil mendapat proyek senilai miliaran dolar Amerika Serikat sejak tahun 2004. Berjuang selama bertahun-tahun, kini Iwan bisa memetik buah manisnya dengan menjadikan Crown sebagai pengembang spesialis properti mewah.
Saat terjadi resesi pada tahun 2008, Iwan harus putar otak untuk membuat usahanya tetap bisa bertahan. Dalam kondisi itu, ia dihadapkan pada dua pilihan. Pilihan pertama, ia harus memotong ongkos agar perusahaan bisa tetap bertahan hidup. Atau pilihan kedua ia harus membuat proyek dengan kualitas terbaik. Iwan pun memutuskan untuk mengambil pilihan yang kedua meskipun effort yang harus dikeluarkan juga sangat besar. Dengan keputusan tersebut, tak heran jika sekarang Crown Group bisa menjadi pengembang dengan portofolio yang mencapai 48 triliun rupiah. Wow, luar biasa sekali ya! Dari situ juga, Iwan menyadari kalau resesi tersebut bisa jadi pemicu munculnya ide baru.
5. Fokus Jadi Kunci Keberhasilannya
Salah satu kunci yang membuat Iwan bisa sesukses sekarang adalah karena ia fokus. Walau dulu sekolahnya berantakan, sering nggak naik kelas, ia tetap bisa jadi orang sukses berkat kemampuannya untuk fokus dan memaksimalkan kelebihan yang ia punya. Saat membaca Outliers, Iwan tahu kalau butuh waktu 10 ribu jam untuk bisa mendapat kemampuan terbaik. “Kalau cuma 5 ribu jam paling menjadi guru piano, 7 ribu jadi profesional, 10 ribu menjadi The Beatles. Karena membutuhkan puluhan ribu jam, supaya fisik kita, pikiran kita, spirit kita menjadi satu,” ungkapnya dalam sebuah artikel di Viva. Membangun satu titik kesuksesan butuh waktu dan proses yang panjang. Dan itu semua butuh kemampuan untuk bisa fokus dan serius berkomitmen.
5. Fokus Jadi Kunci Keberhasilannya
Salah satu kunci yang membuat Iwan bisa sesukses sekarang adalah karena ia fokus. Walau dulu sekolahnya berantakan, sering nggak naik kelas, ia tetap bisa jadi orang sukses berkat kemampuannya untuk fokus dan memaksimalkan kelebihan yang ia punya. Saat membaca Outliers, Iwan tahu kalau butuh waktu 10 ribu jam untuk bisa mendapat kemampuan terbaik. “Kalau cuma 5 ribu jam paling menjadi guru piano, 7 ribu jadi profesional, 10 ribu menjadi The Beatles. Karena membutuhkan puluhan ribu jam, supaya fisik kita, pikiran kita, spirit kita menjadi satu,” ungkapnya dalam sebuah artikel di Viva. Membangun satu titik kesuksesan butuh waktu dan proses yang panjang. Dan itu semua butuh kemampuan untuk bisa fokus dan serius berkomitmen.
Bagi Iwan, kesuksesan itu tak sekadar perkara materi. Yang penting dikerjakan, sekecil apapun itu. Lima tahun pertama membangun bisnis adalah masa-masa terberat. Dengan filosofi “be the best or nothing,” Iwan akan selalu berusaha mmpertahankan bisnisnya dan tak akan pernah berhenti belajar.
source : http://boombastis.com/iwan-sunito/65784
0 Response to "Iwan Sunito, Dulu Sekolahnya Berantakan, Kini Jadi Raja Properti Senilai Triliunan"
Post a Comment